Urgensi diadopsinya Prinsip Vicarious Liability dalam sistem hukum pidana Indonesia.

Pada sesi kedua ini kita masih membahas prinsip vicarious liability dalam KUHP 2023, namun dengan fokus pada alasan dan urgensi diadopsinya prinsip ini dalam sistem hukum pidana Indonesia.

Urgensi Vicarious Liability dalam Hukum Pidana

Secara umum, KUHP menganut asas tiada pidana tanpa kesalahan (asas kulpabilitas). Artinya, seseorang hanya dapat dipidana apabila ia memiliki kesalahan pribadi (mens rea). Namun, perkembangan kejahatan modern—terutama yang melibatkan korporasi dan struktur organisasi kompleks—sering kali menyulitkan pembuktian kesalahan individu secara langsung.

Di sinilah vicarious liability berperan sebagai pengecualian terhadap asas kulpabilitas. Doktrin ini memungkinkan pertanggungjawaban pidana dibebankan kepada pihak lain, misalnya pimpinan atau korporasi, atas perbuatan bawahannya dalam lingkup pekerjaan.

Efektivitas Penegakan Hukum Korporasi

Banyak tindak pidana di era modern lahir dari aktivitas korporasi, seperti:

  • Kejahatan lingkungan,
  • Korupsi,
  • State crime,
  • State corporate crime,
  • Organized crime, dan lain sebagainya.

Tanpa vicarious liability, sulit menjerat korporasi apabila hanya berpegang pada pembuktian kesalahan individu. Dengan prinsip ini, pimpinan atau korporasi memiliki insentif lebih kuat untuk mengawasi karyawan dan memastikan kepatuhan hukum dalam aktivitas usaha.

Deep Pocket Theory dan Perlindungan Korban

Vicarious liability juga sering dikaitkan dengan deep pocket theory. Teori ini berpandangan bahwa pihak dengan kemampuan finansial lebih besar (korporasi atau pemberi kerja) adalah pihak yang adil untuk menanggung kerugian akibat tindak pidana karyawannya. Dengan begitu, korban dapat memperoleh restitusi atau kompensasi yang layak.

Hubungan Majikan dan Pekerja

Contoh paling umum dari prinsip ini adalah hubungan majikan dan pekerja.

  • Pekerja mungkin melakukan perbuatan pidana,
  • Tetapi majikan tetap dapat dimintai pertanggungjawaban sepanjang perbuatan itu dilakukan dalam lingkup pekerjaan atau wewenangnya.

Di sini, majikan tidak perlu terbukti memiliki kesalahan pribadi. Cukup dibuktikan adanya hubungan kerja dan bahwa perbuatan dilakukan dalam rangka kepentingan pekerjaan.

Prinsip Qui Facit Per Alium Facit Per Se

Prinsip vicarious liability juga sejalan dengan asas hukum Latin:
“Qui facit per alium facit per se”Barang siapa bertindak melalui orang lain, maka ia dianggap bertindak sendiri.

Artinya, perbuatan karyawan dalam lingkup pekerjaannya dianggap sebagai perbuatan majikan. Karena majikanlah yang menerima manfaat dari aktivitas tersebut, maka wajar jika ia pula yang menanggung konsekuensinya.

Perlindungan Sosial dan Teori Risiko Perusahaan

Doktrin ini lahir bukan hanya untuk menghukum, tetapi juga sebagai kebijakan sosial. Pemberi kerja dianggap memiliki:

  • Kemampuan,
  • Sumber daya,
  • Dan kendali,

untuk memberikan pelatihan, pengawasan, serta memastikan kepatuhan hukum karyawannya.

Dari perspektif teori risiko perusahaan (enterprise risk theory), pemberi kerja harus bertanggung jawab karena kegiatan usaha mereka menciptakan risiko tertentu. Dengan tanggung jawab itu, pemberi kerja akan terdorong untuk lebih berhati-hati dalam merekrut, melatih, dan mengawasi pekerja.

Keseimbangan dalam Sistem Hukum Pidana

Pengaturan vicarious liability dalam KUHP 2023 merupakan upaya untuk mencapai keseimbangan:

  • Di satu sisi, tetap menghormati asas klasik “tiada pidana tanpa kesalahan”.
  • Di sisi lain, mengakomodasi kebutuhan praktis untuk menanggulangi kejahatan modern yang seringkali dilakukan melalui korporasi dan struktur organisasi kompleks.

Dengan demikian, KUHP 2023 menciptakan sistem yang lebih relevan dengan kondisi saat ini, sekaligus memperkuat perlindungan terhadap masyarakat dan korban kejahatan.

Adopsi prinsip vicarious liability dalam KUHP 2023 menunjukkan arah baru dalam hukum pidana Indonesia. Prinsip ini tidak hanya menegakkan akuntabilitas korporasi, tetapi juga memberikan perlindungan lebih adil bagi korban serta mendorong terciptanya praktik bisnis yang lebih bertanggung jawab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *